Bahasa Jepangnya chiteki shougai 知的障害. Berawal dari berita dua hari lalu. Di Kobe, ada seorang anak perempuan 6 tahun hilang, sudah 12 hari. Aku menonton beritanya sejak awal hilang, dan dikerahkan ratusan polisi untuk mencari dan memeriksa sekitar rumah dan sekolahnya. Memang aku sudah punya perasaan, anak ini pasti dibunuh. Sebagai seorang ibu, aku tahu ibunya pasti sudah bingung sekali… dan berbagai perasaan lain. TAPI, dua hari lalu itu diberitakan bahwa ditemukan 6 buah bungkusan plastik yang berisi sisa anak-anak yang diperkiran anak perempuan itu. Duhhhhh…. waktu aku mendengar bahwa akan ada pemeriksaan DNA, aku merasa ngenes sekali dan mau nangis…. karena itu berarti wajahnya pun tidak bisa dikenali (Memang bagian kepala tidak ada). Korban Mutilasi!
Tapi yang mengejutkan beberapa jam kemudian diberitakan bahwa seorang tunagrahita ditahan dengan tuduhan pembunuhan itu. Langsung ditangkap karena, dalam bungkusan “daging” itu terdapat kartu berobat dengan tulisan bahwa dia chiteki shougai, dan putung rokok. Dari putung rokok diketahui bahwa putung rokok itu bekas si tunagrahita (47 tahun) ini. Ditangkap dan dibawa ke penjara tentunya. Tapi yang menjadi masalah, jika benar dia penderita sakit mental, tentu tidak bisa diadili. Karena ketidakmampuannya untuk berpikir secara manusia normal. Mungkin dia tidak melihat anak perempuan itu sebagai “manusia” kan?
Ini menimbulkan polemik dalam kelasku. Ada seorang murid yang mengatakan, “Masyarakat tidak perlu orang-orang seperti itu!”. Seperti itu itu apa? Kasihan dong orang tua yang mempunyai anak tunagrahita. Bukan mau ibunya juga melahirkan anak yang tidak normal.
“Harusnya orang tuanya yang bertanggung jawab!” Wah kalau anaknya berusia 47 tahun, kemungkinan besar orang tuanya sudah meninggal. Lagipula dia penerima 生活保護 (tunjangan pemerintah – menerima uang bulanan dari pemda yang biasanya cukup untuk minimal hidup) berarti tidak punya saudara yang bisa atau mau mengurus/membiayai kehidupannya. Ah, aku jadi berpikir kasihan juga anak-anak tunagrahita pada masa tuanya (meskipun konon mereka tidak hidup lama) jika harus mengurus dirinya sendiri dan berpikir mungkin pemerintah Jepang perlu membuat suatu tempat semacam panti untuk menampung tunagrahita ini.
Sebetulnya kalau tentang kasus ini saja, mungkin aku tidak akan menulis di sini. Tapi kebetulan tadi sore, aku mengalami sebuah kejadian yang aneh.
Aku sedang mempertimbangkan membeli paprika kecil warna-warni, karena cukup mahal. 380 yen. Lalu tiba-tiba di sebelahku seorang ibu, menunjukkan padaku di rak lain, dua buah paprika besar berwarna merah dan kuning, seharga 200 yen. Wah! Murah…. Padahal harga yang tertulis di papan 350 yen. Tag di bungkusan yang lain juga 350 yen! Hanya bungkusan yang kupegang dan dia pegang berharga 200 yen! dan tertulis : 傷有り (ada cacat). Jadi memang ada beberapa barang yang tetap dijual tapi diberikan harga murah karena alasan tertentu. Lucky! Dan aku mengucapkan terima kasih pada ibu itu. Dan dia mengeluarkan “suara”….
Tapi ibu itu tidak pergi, dan aku jadi serba salah juga. Lalu aku menyapanya: “Terima kasih diberitahu, tapi apakah kamu mau ambil yang ini (sambil menunjukkan yang kuambil)”. Dia melihat bungkusannya, tapi juga tidak meraih yang kusodorkan. Daaaaan dia mulai berbicara. Rupanya dia tunarungu. Aduh aku tidak mengerti dia bicara apa! Ah uh ah uh…. Dan aku merasa tidak bisa meninggalkan dia yang sedang bicara. Tidak sopan kan? Jadi aku temani dia, sambil berusaha mengerti apa yang mau dia katakan. Sampai akhirnya dia menunjukkan ke matanya sambil membuat bulatan dengan tangannya….
“Ya mata saya besar ya… saya bukan orang Jepang!”
Lalu dia menunjuk dagunya…
“Dagu saya panjang?”
duhhh,…. aku ingin bertanya apa kamu bisa bahasa isyarat? Tapi kalaupun dia jawab “Ya”, aku yang tidak bisa! Lalu dia keluarkan sebuah buka dari dalam tasnya. Aku mulai merasa curiga… jangan-jangan mengajak masuk ajarang agama Y nih…. Tahu-tahu dia menunjukkan halaman muka yang ada peta dunianya. Lalu aku tunjukkan “Ya saya datang dari Indonesia. Jepang di sini. Indonesia di sini… Saya sudah lama datang sehingga saya bisa bicara bahasa Jepang”. Tapi dia tunjuk mata dan dagu terus. Dan di buku yang dia tunjukkan padaku ada tulisan-tulisan kanji : kepala, dagu, mata, Jepang, orang hitam. Tulisannya jelek! Dan karena dia tidak berhenti “bicara” (boleh dikatakan melenguh) aku pun jadi bingung… semakin lama aku temani, kelihatan dia semakin mau banyak “bicara”. Dan aku semakin bingung.
Akhirnya aku katakan padanya, “Maaf saya harus naik bus. Harus cepat-cepat belanja. Sampai jumpa” Dan aku pergi. Rasanya tidak enak membayangkan dia sedih ditinggal, tapi apa boleh buat. Sudah sampai pada batas (限界) kemampuanku untuk menemaninya.
Daaaaan aku terpikir, mungkin dia tunagrahita! Karena kalau dia tahu aku tidak bisa bahasa isyarat, dia pasti bisa menulis sesuatu di kertas untuk komunikasi. Ntah lah… semoga saja dia punya teman “bicara”, seorang ibu yang manis! Dan aku berdoa untuk mereka yang kebetulan terlahir sebagai tunagrahita malam ini. Tuhan lindungilah mereka… dari yang jahat, dan dari godaan melakukan yang jahat. Dan berikanlah orangtua mereka kekuatan lahir batin. Amin
catatan:
Jenis tunagrahita (dari wikipedia)
Lemah pikiran (Feeble Minded)
Terbelakang mental (Mentally Retarded)
Bodoh atau dungu (Idiot)
Pandir (Imbecile)
Tolol (Moron)
Oligofrenia (Oligophrenia)
Mampu Didik (Educable)
Mampu Latih (Trainable)
Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau butuh rawat
Mental Subnormal
Defisit Mental
Defisit Kognitif
Cacat Mental
Defisiensi Mental
Gangguan Intelektual
ternyata di Jepang ada Yayasan untuk tunagrahita: http://ja.wikipedia.org/wiki/%E6%97%A5%E6%9C%AC%E7%9F%A5%E7%9A%84%E9%9A%9C%E5%AE%B3%E8%80%85%E7%A6%8F%E7%A5%89%E5%8D%94%E4%BC%9A
dan pendirinya: Ishii Ryouichi, dengan sekolahnya bernama Takinogawa Gakuen
http://ja.wikipedia.org/wiki/%E6%BB%9D%E4%B9%83%E5%B7%9D%E5%AD%A6%E5%9C%92