RSS

Monthly Archives: April 2021

Hari Buku Dunia dan Hak Cipta

Hari ini tanggal 23 April merupakan World Book (and copyright) Day. Bahasa Jepangnya 世界図書・著作権デー sekai tosho chosakuken day. Kok bukan hon?

Sebetulnya kata BUKU atau Book itu dalam Bahasa Jepang bisa disebut sebagai HON 本 ini yang umum diketahui semua orang. Lalu ada istilah 図書 Tosho , yang sering dipakai dengan gabungan kata lain seperti Toshokan 図書館 (perpustakaan) toshoshitsu 図書室 (perpustakaan tapi bukan gedung, hanya ruangan saja)dan Toshokado 図書カード (book gift card).

Istilah Shoseki 書籍 sering dipakai sebagai pengganti Tosho, karena Tosho umumnya sudah lebih diketahui sebagai kesatuan Toshokan. Karena itu jika mengatakan “Pengiriman Buku” lebih dipakai shoseki yuso 書籍郵送 bukan tosho yuso 図書郵送 atau waktu mengetik kata kunci “Pencarian Buku” tidak menuliskan Tosho kensaku 図書検索 tapi Shoseki kensaku 書籍検索, karena nanti yang keluar banyak adalah daftar Perpustakaan bukan buku.

Dan yang terakhir adalah shomotsu 書物 sebuah istilah yang baku dan jarang dipakai dalam percakapan biasa. Misalnya dalam dokumen “Sejarah buku” maka dituliskan Shomotsu no rekishi 書物の歴史. Jadi 4 istilah ini 本、図書、書籍 dan 書物 kalau diterjemahkan ya menjadi BUKU saja, tapi orang Jepang membedakan masing-masing dalam pemakaiannya. (Ribet ya 😀 )

Saya ingin memperkenalkan jenis buku di Jepang yang disebut sebagai bunkobon 文庫本. Semua bunkobon berukuran sama yaitu A6, 105mm×148mm. Dipelopori oleh penerbit Iwanami Bunko, bagian dari sebuah penerbit Iwanami Shoten, termasuk penerbit lama di Jepang (berdiri th 1913). Iwanami Bunko menerbitkan buku-buku dengan ukuran sama A6 ini untuk mempopulerkan buku klasik yang pernah diterbitkan dengan harga murah kepada masyarakat umum pada tahun 1927.

Tapi sesudah perang (1945) beberapa penerbit juga meramaikan penerbitan bunkobon ini. Buku bunkobon ini bisa disebut sama dengan paperback dalam bahasa Inggris (ukurannya sedikit lain), tapi bunkobon ini mempunyai cover pelindung tambahan yang tidak terdapat dalam paperback di negara lain.

Ada satu kebiasaan dalam penerbitan buku di Jepang yaitu “ban buku” hon no obi 本の帯 (obi sebenarnya artinya ikat pinggang – stagen yang dipasang di pinggang), yang dipasang diatas cover pelindung buku. Dalam obi ini dituliskan pesan sponsor, kata-kata memikat untuk memilih buku itu. Atau bisa juga berupa promosi dari film yang berkaitan dengan buku tersebut (seperti pamflet/flyer kecil). Atau obi tersebut bisa diberi warna, sesuai dengan kategori bukunya. Misalnya warna kuning adalah kategori sastra Jepang kuno, warna biru kategori science/pemikiran, warna hijau sastra Jepang, warna pink sastra luar negeri, dan warna putih social science.

Bagi saya, obi ini sangat mengganggu waktu membaca, sehingga biasanya saya buang…. Dan dimarahi oleh suami saya. Katanya kalau nanti buku itu mau dijual dan tidak ada obinya, harganya bisa jatuh (lebih murah). Padahal… ntah kapan juga mau jualnya hehehe.

Kalau di Jepang ada obi, di Indonesia saya perhatikan sekarang ada kebiasaan menyelipkan shiori しおり pembatas buku yang senada dengan cover bukunya. Kalau di Jepang memang tidak ada shiori, tapi di beberapa buku ada pita pembatas.

Keberadaan bunkobon ini juga yang membuat rak buku di Jepang bisa terlihat teratur. Besarnya sama, dan bisa dibuat lemari khusus yang kedalamannya tidak perlu terlalu dalam (16 cm). Juga jarak antara papan juga sudah pasti. Tentu saja kalau semua bukunya bunkobon.

Selain bunkobon, masih ada ukuran-ukuran lain yang lebih besar yaitu TANKOBON 単行本. Tankobon ini biasanya lebih besar dan lebih beragam ukurannya. Sesuai dengan Namanya, Tankobon itu diterbitkan satu-satu, tidak berseri/berjilid-jilid. Jadi kalau pergi ke toko buku dan melihat ke pojok “Buku baru”, itulah tankobon. Tentu saja karena baru, harganya tidak semurah bunkobon, tapi karena “fresh from the oven” tentu kita dapat membacanya pada waktu baru diterbitkan atau waktu sedang populer-populernya.

Sebagai penutup, saya baru tahu bahwa ternyata menurut Unesco (1964), yang dinamakan buku itu harus berjumlah 49 halaman lebih (isinya). Kalau hanya 5 halaman sampai 49 halaman itu disebut dengan buklet. 😀

Tulisan ini pernah dimuat di FB Grup “Wanita Indonesia Berkarya di Jepang”

Advertisement
 
Leave a comment

Posted by on April 23, 2021 in Uncategorized

 

Textbook 教科書

Hari ini tanggal 10 April merupakan hari peringatan Textbook atau Buku Pelajaran di Jepang. Dalam bahasa Jepang disebut KYOKASHO 教科書.

Sebetulnya peringatan Hari Buku Pelajaran (untuk SD-SMP-SMA) ini baru ditentukan tahun 2010, dan dipilih tanggal 10 April hanya karena penulisan penanggalan Jepang 4/10 dibaca Yoi Tosho (Buku yang bagus).

Karena penasaran saya mencari informasi mengenai Buku Pelajaran di Jepang. Memang saya tahu bahwa buku pelajaran kyokasho di Jepang itu gratis, dibayar dengan pajak masyarakat. Kyokasho gratis ini dimulai sejak tahun 1963.

Setiap awal tahun pelajaran yang dimulai bulan April, murid mendapatkan satu set buku pelajaran sesuai dengan mata pelajaran. Kalau di buku-buku cetak yang dijual, biasanya di bagian belakang akan tertulis harga berapa Yen. Tapi di buku pelajaran tidak ada harga, kalaupun ada tertulis nol. Nah, pernah kejadian anak saya menghilangkan buku pelajarannya, saat itu saya memberitahukan kepada gurunya dan gurunya akan memberitahukan bisa membeli di mana. Karena tidak semua toko buku menjual buku pelajaran tersebut. Tetapi meskipun harus bayar, rata-rata harga kyokasho itu hanya 407 yen.

Di seluruh negeri Jepang hanya ada 2935 toko buku yang menyediakan buku pelajaran, dan ada 53 perusahaan yang menyediakan buku pelajaran. Tidak sembarang perusahaan bisa menerbitkan buku pelajaran. Butuh waktu 4 tahun untuk sampai bisa menerbitkan buku. 2 tahun untuk penulisan dan editing, 1 tahun untuk penilaian dari kementrian pendidikan dan 1 tahun untuk pencetakan dan pendistribusian. Tapi kyokasho juga direvisi setiap 4 tahun. Setiap ada revisi biasanya halaman buku akan bertambah. Semakin berat, sehingga ada keluhan juga bahwa beban anak-anak (tas ransel) semakin lama semakin berat.

Kemudian, tidak semua sekolah memakai satu kyokasho dari satu perusahaan. Komite sekolah di daerah dan kepala sekolah yang menentukan sekolahnya memakai kyokasho perusahaan A, misalnya. Apakah khawatir isinya lain? Tidak mungkin lain, karena sudah ada panduan dari kementrian yang harus ditaati dalam penulisan. Komposisi atau layout bisa lain sedikit tapi isi dan tujuannya sama. Ini saya ketahui juga waktu anak saya pindah sekolah pertengahan kelas 5. Buku yang dipakai di kelas 5 di Tokyo, lain dengan yang dipakai di Saitama.

Lalu buat apa ada hari peringatan kyokasho? Dirayakan dengan perlombaan membuat poster, mengingatkan warga bahwa kyokasho itu penting. Dari kyokasho-lah seorang anak mendapatkan ilmunya. Apalagi kyokasho itu dibuat dengan pajak masyarakat, jadi perlu dihargai. Ada pula maskot dari kyokasho yang dinamakan shiru-shiru (shiru artinya mengetahui).

maskot Shiru shiru http://www.textbook.or.jp/special/memorial/index.html

 
Leave a comment

Posted by on April 10, 2021 in Uncategorized

 

Patung Buddha 大仏

Kalau jalan-jalan ke Jepang, belum afdal rasanya kalau belum pergi ke Kuil Buddha apalagi mencari Patung Buddha di dalamnya. Ada beberapa patung Buddha besar (Daibutsu) di Jepang dan kalau mencari yang TERBESAR, pasti akan keluar nama 牛久大仏 Ushiku Daibutsu di Ibaraki, setinggi 120 m (dibangun tahun 1995). TAPI, kalau kita mencari yang terkuno dan paling bersejarah, sudah pasti Daibutsu di Nara dalam kuil Todaiji (15 meter). Pasti merupakan destinasi wisata nomor satu yang harus dikunjungi di daerah Kansai.

Saya menulis tentang Patung Buddha ini karena hari ini tanggal 9 April merupakan Hari Daibutsu. Hari peringatan Patung Buddha besar, karena pada tanggal 9 April tahun 752 itu pertama kalinya dilakukan upacara “pembukaan/penyucian” secara agama yang dihadiri Kaisar saat itu.

Daibutsu di Kuil Todaiji, Nara (Nov 2017, koleksi pribadi)

Saya teringat waktu awal-awal kedatangan di Jepang, saya bertemu seorang arsitek yang berkata, “mel, kamu tahu bahwa kuil Todaiji dan Borobudur itu dibangun hampir bersamaan? Todaiji itu bangunan kayu (tertua) dan Borobudur itu terbuat dari batu. Itu menunjukkan kejayaan agama Buddha saat itu”.

Ho ho, memang saya ingat bahwa Borobudur dibangun saat zaman Syailendra, tapi tepatnya kapan ya?

 Tidak ada catatan yang memberikan keterangan kapan dan siapa pendiri Candi Borobudur. Meskipun demikian, para ahli arkeologi telah berpendapat bahwa masa pembangunan Candi Borobudur diduga dari ± tahun 775 M sampai dengan  ± 832 M. (dari sini).

Borobudur (Agustus 2015, koleksi pribadi)

Memang benar hampir sama, ya?

Ngomong-ngomong, di masa pandemi ini, kami diaspora yang berada di Luar Negeri bersatu dalam grup #KangenIndonesia dan saling memberikan foto dan diskusi menarik supaya begitu perbatasan dibuka, kami bisa pulang dan berwisata ke Indonesia. Foto Borobudur juga salah satunya.

Tapi kami juga sedih mendengar musibah yang terjadi di Nusa Tenggara Timur, dan diaspora pun berusaha untuk membantu saudara-saudara kami di NTT. Semoga Tuhan melindungi NTT ❤

 
Leave a comment

Posted by on April 9, 2021 in Uncategorized

 

Aka no tanin 赤の他人

Tanin 他人= orang lain, Aka 赤= merah. Orang lainnya warna merah? Aka no tanin 赤の他人adalah ungkapan yang dipakai untuk merujuk pada orang lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Kebetulan tadi pagi saya menonton drama dan ada adegan yang menggambarkan seorang anak yang dirawat oleh “orang lain” tapi sangat dibela/disayang. “Kenapa kamu membela saya yang bukan siapa-siapanya kamu?” Saya kan aka no tanin.Yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa mesti pakai kata AKA赤 ? Kan cukup dengan tanin 他人 saja yang artinya memang orang lain? Kenapa mesti kanji MERAH 赤?

Ternyata dulu memang pakai aka yang kanjinya 明い =明らかに あきらかに artinya jelas-jelas. Jelas-jelas orang lain. Baru kemudian kanji 明 itu berganti menjadi kanji 赤 yang berarti merah. Tentu saja membingungkan ya?Dan ternyata selain 赤の他人、ada beberapa istilah yang memakai kanji 赤 ini yaitu 「真っ赤なうそ」 dibaca Makkana uso, berarti jelas-jelas bohong. 「赤っ恥」dibaca akkapaji jelas-jelas memalukan「赤裸々」dibaca sekirara jelas-jelas telanjang. Jadi memang yang sekarang ditulis dengan kanji merah itu awalnya dari あきらかに。

Tentu saja teman-teman tahu bahwa bayi disebut 赤ちゃん Akachan ya? Atau kadang juga disebut dengan Akago 赤子 atau Akanbo 赤ん坊. Akachan ini memakai kanji merah, karena memang bayi yang baru lahir kan berwarna merah. Jadi penjelasannya lain dengan si Aka no tanin.

Ada beberapa kata dengan kanji 赤 aka yang ingin saya tuliskan di sini, dan pasti ada yang sudah tahu beberapa atau semua. Perlu diketahui juga, banyak nama barang (misalnya 赤ワイン= aka wine = anggur merah) atau binatang (misalnya 赤とんぼ Aka tonbo = capung merha)、yang memang berwarna merah sehingga memakai kanji 赤aka ini. Selain itu kanji 赤 juga bisa dibaca sebagai seki. Kali ini seki tidak saya bahas.

Dalam keseharian kita mengenal 赤信号 あかしんごう akashingo = lampu merah (lampu lalu lintas) , 赤帽 あかぼう akabou = topi merah tapi juga menjadi nama perusahaan pindahan, 赤組 あかぐみ akagumi = grup merah yang pasti ada dalam festival olah raga sekolah. 赤点 あかてん akaten = nilai merah yang membuat emak-emak marah-marah 😃 dan kalau 赤字 あかじ akaji =merugi membuat bapak-bapak yang marah-marah 😃

Memang masih banyak ya kata-kata dengan kanji 赤 ini, tapi sebagai penutup saya ingin memperkenalkan kata 赤い糸 あかいいと akaiito harafiahnya benang merah, tapi biasanya ini dipakai sebagai simbol jodoh. Lengkapnya 運命の赤い糸 unmeino akaiito. Kalau sudah jodoh pasti bertemu, 運命の赤い糸に結ばれる unmei no akaiito ni musubareru. Karena itu kalau menonton film-film Jepang (ingat film Kimi no na) kadang kita menemukan pasangan yang memakai benang merah di jari kelingking kiri ya? Dulu di Jepang tidak ada cincin kawin, jadi pakainya benang merah. Tapi ini juga melambangkan “perjanjian”. Ceritanya panjang, tapi singkat cerita istilah yubikiri 指切り waktu berjanji (anak-anak sering berkata yubikiri sambil mengaitkan jari kelingking) itu juga berasal dari urusan jodoh dan percintaan ini.

Jadi jangan anggap enteng si kelingking loh, karena tanpa kelingking, jodoh tidak datang hehehe.

Tulisan ini dibuat untuk pojok Bahasa dan Budaya Jepang di FB Grup “Wanita Indonesia Berkarya di Jepang”

#wibjnihongo#wibjbudayajepang

 
Leave a comment

Posted by on April 8, 2021 in Uncategorized